Di tengah kekacauan Perang Dunia II, sejarah mencatat banyak kisah tragis dan luar biasa. Salah satu kisah yang paling unik adalah perjalanan seorang pria Korea bernama Yang Kyoungjong, yang tanpa keinginannya sendiri, bertempur di bawah tiga panji berbeda: Kekaisaran Jepang, Uni Soviet, dan Nazi Jerman.
Ia bukan pahlawan dengan pilihan bebas, melainkan korban zaman yang dipaksa bertempur demi tiga negara yang berbeda, sebelum akhirnya menemukan kebebasannya.
Dari Korea ke Angkatan Darat Kekaisaran Jepang
Yang Kyoungjong lahir pada tahun 1920 di Korea, yang saat itu berada di bawah penjajahan Kekaisaran Jepang. Seperti banyak pemuda Korea lainnya, ia tidak memiliki pilihan ketika Jepang menerapkan wajib militer bagi rakyatnya untuk memperkuat pasukan Kekaisaran Jepang yang tengah berperang di berbagai penjuru Asia.
Pada tahun 1938, dalam usianya yang masih muda, Yang direkrut secara paksa ke dalam Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dan dikirim ke front timur untuk bertempur melawan Uni Soviet dalam Pertempuran Khalkhin Gol.
Pertempuran brutal ini berlangsung di perbatasan Mongolia dan berakhir dengan kekalahan telak bagi Jepang. Ribuan tentara Jepang terbunuh, sementara banyak lainnya, termasuk Yang Kyoungjong, ditangkap oleh Tentara Merah Uni Soviet.
Dari Tawanan Perang Menjadi Tentara Soviet
Sebagai seorang tawanan perang, Yang menghadapi pilihan yang tidak lebih baik dari kematian. Kondisi kamp tawanan Soviet sangat keras, dan banyak prajurit Jepang yang mati karena kelaparan, penyakit, atau eksekusi.
Uni Soviet, yang tengah berperang melawan Jerman dalam Perang Dunia II, membutuhkan tenaga tambahan untuk mengisi pasukannya. Dengan tekanan yang tidak bisa ditolak, Yang Kyoungjong dan ribuan tawanan perang lainnya dipaksa bergabung dengan Tentara Merah.
Yang kemudian dikirim ke Front Timur yang membara, tempat pertempuran sengit antara Uni Soviet dan Nazi Jerman berkecamuk. Tanpa pilihan lain, ia bertempur demi negara yang sebelumnya menjadi musuhnya.
Namun, takdir sekali lagi mengubah jalan hidupnya ketika pada tahun 1943, dalam Pertempuran Kharkov di Ukraina, pasukan Soviet yang ia bela mengalami kekalahan besar. Yang Kyoungjong kembali menjadi tawanan, kali ini oleh Jerman.
![]() |
Yang Kyoungjong (kiri) bersama seorangp rajurit Jerman (kanan) sedang diinterogasi oleh tentara Amerika Serikat. |
Dipaksa Bertempur untuk Wehrmacht Jerman
Setelah ditangkap oleh tentara Nazi Jerman, nasib Yang kembali berulang. Alih-alih dibiarkan dalam kamp tawanan, ia dipaksa untuk mengenakan seragam ketiga dalam hidupnya: seragam abu-abu Wehrmacht.
Karena Jerman juga membutuhkan tenaga tambahan untuk menghadapi Sekutu di Eropa Barat, Yang Kyoungjong dan beberapa tawanan lainnya ditempatkan dalam batalion Ostlegionen, unit yang terdiri dari tentara asing yang ditawan dari berbagai negara.
Pada tahun 1944, ia dikirim ke Front Barat dan ditempatkan di Prancis, tepatnya di Pulau Cotentin dekat Normandia. Ia kini harus menghadapi musuh baru: pasukan Sekutu, termasuk Amerika Serikat, yang bersiap melakukan pendaratan besar-besaran di Prancis dalam Operasi Overlord.
Akhir Perjalanan: Ditangkap oleh Sekutu
Ketika pasukan Sekutu mendarat di Normandia pada Juni 1944 dalam D-Day, Yang Kyoungjong dan unitnya menghadapi serangan besar-besaran. Dengan senjata di tangannya, ia kini berjuang untuk negara yang sama sekali asing baginya, mempertahankan benteng Nazi Jerman dari invasi Sekutu.
Namun, keberuntungan tak berpihak kepadanya. Pasukan Amerika menyerbu pertahanan Jerman dan menangkap banyak tentara, termasuk Yang Kyoungjong. Para tentara Amerika awalnya terkejut menemukan seorang pria berwajah Asia mengenakan seragam Wehrmacht Jerman. Mereka mengira ia adalah tentara Jepang yang dikirim untuk membantu Jerman, tetapi setelah diinterogasi, kisah luar biasa Yang Kyoungjong terungkap.
Setelah ditangkap, ia dikirim ke kamp tawanan perang di Inggris, lalu dipindahkan ke Amerika Serikat. Setelah perang berakhir pada tahun 1945, ia akhirnya dibebaskan dan memilih untuk tidak kembali ke Korea atau Jepang. Ia menetap di Amerika Serikat dan menjalani hidupnya dengan damai hingga wafat pada tahun 1992.
Kisah Yang Kyoungjong bukan hanya tentang keberanian, tetapi juga tentang bagaimana seseorang bisa menjadi korban kekejaman sejarah. Ia tidak memilih jalan hidupnya, tetapi terus dipaksa bertempur demi negara yang berbeda.
Perjalanan hidupnya mencerminkan kekacauan global yang terjadi selama Perang Dunia II dan bagaimana perang bisa mengubah hidup seseorang secara drastis. Kisahnya tetap menjadi salah satu cerita perang paling luar biasa yang pernah tercatat dalam sejarah.