Di tengah belantara hutan Pulau Morotai, Maluku Utara, seorang pria hidup dalam keterasingan, bertahan dengan sisa-sisa tekad yang telah ditempa oleh perang. Namanya Teruo Nakamura, seorang prajurit Angkatan Darat Kekaisaran Jepang yang tetap setia pada tugasnya, meskipun dunia telah berubah tanpa ia sadari.
Ketika Perang Dunia II berkecamuk, Nakamura bersama pasukannya bertempur dalam pertempuran sengit di Pasifik. Pulau Morotai menjadi saksi bisu perlawanan sengit antara Jepang dan Amerika (Sekutu). Namun, pada tahun 1945, perang berakhir dengan kekalahan Jepang.
Para tentara yang tersisa di berbagai penjuru dunia diperintahkan untuk menyerah. Sayangnya, perintah itu tak pernah sampai ke telinga Nakamura. Ia menghilang ke dalam hutan, menghindari musuh yang ia yakini masih berkeliaran, dan tetap memegang teguh sumpahnya sebagai seorang prajurit.
Bulan demi bulan berlalu, lalu berubah menjadi tahun. Nakamura hidup dalam kesunyian, membangun gubuk sederhana dari ranting-ranting dan dedaunan. Ia berburu, mencari umbi-umbian, dan bertahan dari kerasnya alam. Hujan, terik matahari, serta badai menjadi sahabat dan musuhnya sekaligus.
Setiap bayangan yang bergerak di antara pepohonan membuatnya waspada, takut jika itu adalah musuh yang datang untuk membunuhnya. Dunia telah bergerak maju, tetapi bagi Nakamura, perang belum usai.
Waktu berlalu tanpa ampun, hingga 29 tahun kemudian, pada tahun 1974, keberadaannya ditemukan oleh penduduk setempat. Kisah tentang seorang prajurit Jepang yang masih bersembunyi di hutan segera menyebar, hingga akhirnya TNI turun tangan untuk membujuknya keluar dari persembunyian.
Ketika tim penjemput akhirnya menemukannya, Nakamura tampak kurus, kulitnya terbakar matahari, dan matanya penuh curiga. Ia tak percaya bahwa perang telah lama berakhir.
![]() |
Teruo Nakamura (kanan) saat dijemput pulang. |
"Perang telah usai sejak 29 tahun lalu. Jepang telah kalah. Pulau Morotai kini menjadi bagian dari Indonesia," kata seorang petugas kepadanya. Namun, bagi Nakamura, kata-kata itu sulit diterima. Dunia yang ia kenal, negara yang ia bela dengan sepenuh hati, ternyata telah lama berubah. Ia bukan lagi seorang tentara Kekaisaran Jepang, melainkan seorang pria yang terdampar dalam waktu yang tak lagi mengenalnya.
Dengan hati berat, Nakamura akhirnya menyerah. Ia dibawa keluar dari hutan yang telah menjadi rumahnya selama hampir tiga dekade. Dunia modern menyambutnya dengan keheranan dan rasa iba. Namun, kisahnya menjadi pengingat akan keteguhan seorang prajurit, yang hingga nafas terakhirnya tetap berpegang teguh pada tugas dan kehormatan.
Teruo Nakamura bukan hanya prajurit terakhir Jepang yang menyerah, tetapi juga simbol dari ketahanan, kesetiaan, dan kegetiran perang yang tak mengenal batas waktu. Kisahnya akan selalu dikenang sebagai bagian dari sejarah yang menggugah hati, tentang seorang pria yang tetap berperang, meski dunia telah lama berdamai.