Pada pagi yang berkabut di bulan Oktober 1628, sebuah kapal megah bernama Batavia berlayar meninggalkan pelabuhan Amsterdam. Kapal itu, bagian dari armada dagang milik Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), membawa lebih dari 300 jiwa para pelaut, tentara, pedagang, dan perempuan serta anak-anak yang berharap menemukan kehidupan baru di Hindia Belanda (kini Indonesia).
Dengan layar terkembang dan lambung kayu yang kokoh, kapal itu melaju melewati samudra luas, membawa muatan berharga: emas, perak, dan barang dagangan yang akan memperkaya perbendaharaan VOC.
Namun, di balik keagungan kapal ini, tersembunyi benih-benih kehancuran yang kelak akan meledak dalam kegilaan dan darah. Di antara awak kapal, seorang pria haus kekuasaan bernama Jeronimus Cornelisz, seorang mantan apoteker yang telah kehilangan segalanya di tanah kelahirannya, mulai menenun benang intrik dan pengkhianatan. Dalam pikirannya yang gelap, ia melihat kesempatan untuk mengambil alih kapal dan membangun kerajaannya sendiri di negeri yang jauh.
![]() |
Kapal Batavia. |
Perjalanan Menuju Petaka
Ombak menerpa buritan, badai mengguncang layar, dan para penumpang mulai gelisah. Minggu-minggu berlalu, dan ketegangan di atas kapal semakin meningkat. Para awak mulai terbagi dalam kelompok, beberapa memihak Cornelisz yang licik, sementara yang lain tetap setia pada kapten mereka, Francisco Pelsaert. Kapal itu seperti tong mesiu yang siap meledak kapan saja.
Cornelisz mulai menanamkan pengaruhnya, diam-diam merekrut pengikut dari kalangan awak kapal yang tidak puas. Ia merencanakan pemberontakan, ingin membajak kapal dan menggunakannya untuk kepentingannya sendiri. Namun, sebelum rencananya terwujud, bencana datang lebih dahulu.
Pada tanggal 4 Juni 1629, Batavia menabrak terumbu karang di kepulauan Abrolhos, lepas pantai Australia. Air laut segera menyusup ke dalam lambung kapal, menciptakan kepanikan yang tak terlukiskan. Para penumpang melompat ke laut, berenang menuju pulau-pulau kecil yang tandus, hanya untuk mendapati bahwa neraka baru saja dimulai.
![]() |
Kapal Batavia karam. |
Kegilaan di Pulau Tak Berpenghuni
Ketika kapten Pelsaert pergi dengan sekoci mencari bantuan ke Batavia (Jakarta), ia meninggalkan para penumpang di bawah belas kasihan Cornelisz. Dengan kekejaman yang melebihi batas manusiawi, pria ini mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin. Ia dan para pengikutnya mulai meneror para penyintas. Satu per satu, mereka yang dianggap lemah atau membahayakan rencana Cornelisz dibantai tanpa ampun. Perempuan diperkosa, anak-anak dilempar ke laut, dan siapa pun yang melawan segera merasakan dinginnya pisau di tenggorokan mereka.
Darah mengalir di pasir putih, jeritan menggema di udara. Kepulauan yang seharusnya menjadi tempat bertahan hidup berubah menjadi panggung kebiadaban. Kelompok yang masih bertahan harus memilih antara tunduk atau melawan.
Namun, di tengah keputusasaan, sekelompok kecil penyintas yang dipimpin oleh seorang prajurit bernama Wiebbe Hayes bangkit melawan. Mereka mendirikan benteng dari batu dan kayu, mengumpulkan senjata seadanya, dan dengan tekad baja menolak tunduk pada pemerintahan teror Cornelisz. Konflik berubah menjadi perang kecil di pulau itu, dengan pertempuran sengit yang berlangsung selama berminggu-minggu.
![]() |
Pembantaian di pulau. |
Penyelamatan dan Pembalasan
Ketika Pelsaert akhirnya kembali dengan bala bantuan, ia hanya menemukan puing-puing kehancuran. Mayat-mayat berserakan, pulau-pulau yang sebelumnya tak bernama kini ternoda oleh darah dan kebiadaban manusia. Cornelisz dan para pengikutnya ditangkap, dan keadilan ditegakkan dengan cara yang brutal, hukuman gantung di tempat kejadian.
Beberapa dari mereka yang paling bersalah dihukum mati di pulau itu, sementara yang lain dibawa ke Batavia untuk diadili. Jeronimus Cornelisz, yang dulu adalah seorang apoteker terhormat, berakhir dengan kematian yang memalukan, digantung tanpa belas kasihan di hadapan mereka yang masih hidup.
Mereka yang selamat dari tragedi ini hanya bisa berdiri di tepi pantai, menatap lautan luas dengan mata kosong, mengenang kengerian yang telah mereka alami. Tidak ada yang bisa melupakan kejadian itu. Sementara itu, kapal Batavia sendiri tenggelam perlahan ke dasar lautan, menjadi saksi bisu atas salah satu tragedi laut paling mengerikan dalam sejarah manusia.
![]() |
Jeronimus Cornelisz bersama pengikutnya dihukum gantung. |
Warisan Kengerian
Hingga hari ini, sisa-sisa kapal itu masih terbaring di dasar laut, menjadi pengingat bisu tentang keserakahan, kegilaan, dan kengerian yang bisa terjadi di perairan yang seharusnya membawa harapan. Reruntuhan kapal ditemukan kembali di abad ke-20, dan artefak dari kapal itu kini dipajang di museum sebagai saksi sejarah kelam yang tidak boleh dilupakan.
Sisa-sisa kapal Batavia. |
Kisah Batavia bukan sekadar cerita tentang kapal yang karam, tetapi kisah tentang kegilaan manusia yang tak terikat oleh hukum, tentang keserakahan yang berubah menjadi pembantaian, dan tentang mereka yang bertahan melawan kegelapan. Sebuah tragedi yang selamanya terukir dalam sejarah maritim dunia.